Pergeseran demografi akan terus menjadi kekuatan pendorong utama yang membentuk pasar properti Indonesia pada tahun 2026. Dengan proyeksi populasi yang terus bertambah dan struktur usia yang unik, terutama dominasi generasi Milenial dan Gen Z, permintaan, preferensi, dan lokasi properti akan mengalami evolusi signifikan.

Berikut adalah bagaimana demografi akan membentuk pasar properti di tahun 2026:

1. Puncak dan Setelah Puncak Bonus Demografi: Momentum Pembeli Rumah Pertama

  • Puncak Demografi Produktif: Tahun 2026 akan menjadi tahun di mana Indonesia masih berada di puncak bonus demografi atau sedikit setelahnya, dengan sebagian besar penduduk berada dalam usia produktif. Proyeksi BPS menunjukkan bahwa kelompok usia 25-29 tahun dan 30-34 tahun, yang merupakan segmen kunci pembeli rumah pertama, akan tetap menjadi kelompok yang sangat besar. Ini berarti pasokan end-user yang substansial.
  • Milenial dan Gen Z Dominan: Generasi Milenial (lahir 1981-1996) yang semakin mapan dan Gen Z (lahir 1997-2012) yang mulai memasuki usia produktif dan menikah, akan menjadi kelompok pembeli properti terbesar. Mereka akan menjadi kekuatan pendorong di balik permintaan properti residensial.
  • Fokus pada Keterjangkauan: Keterjangkauan akan tetap menjadi prioritas utama. Dengan mempertimbangkan inflasi dan kenaikan biaya hidup, properti dengan harga yang kompetitif, skema cicilan yang fleksibel, dan dukungan program pemerintah (misalnya, KPR Subsidi, atau insentif PPN DTP jika masih berlaku) akan sangat diminati. Pengembang perlu berinovasi dalam model pembiayaan dan ukuran unit.

2. Preferensi Hunian: Adaptasi Gaya Hidup Modern

  • Hunian Ringkas dan Fungsional: Hunian berukuran lebih kecil, seperti apartemen studio, 1-2 kamar tidur, atau rumah tapak dengan luasan tanah dan bangunan yang efisien, akan terus populer. Generasi ini mengutamakan fungsionalitas dan efisiensi ruang.
  • Konektivitas dan Aksesibilitas: Properti yang terintegrasi dengan transportasi publik (Transit-Oriented Development - TOD) akan tetap menjadi primadona. Kemudahan akses ke tempat kerja, fasilitas umum, pusat perbelanjaan, dan hiburan menjadi faktor krusial. Perluasan jaringan transportasi seperti MRT, LRT, dan KRL akan membuka lebih banyak area potensial untuk pengembangan TOD.
  • Work-Life Balance dan Fasilitas Pendukung: Selain unit hunian, fasilitas bersama yang mendukung gaya hidup modern akan sangat dihargai, seperti co-working spaces, area olahraga, ruang hijau, dan area komunal yang mendorong interaksi sosial. Lingkungan yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi akan menjadi daya tarik.
  • Konsep Hybrid (Urban-Suburban): Meskipun urbanisasi terus berlanjut, tren kerja hybrid atau remote yang berkembang pasca-pandemi, meskipun mungkin tidak menjadi mayoritas, tetap memengaruhi. Ini mendorong sebagian orang untuk mencari hunian di area suburban yang lebih tenang dan terjangkau, asalkan memiliki konektivitas yang baik ke pusat kota. Area di pinggir kota besar yang memiliki akses tol atau transportasi publik yang efisien akan tumbuh pesat.

3. Dampak Urbanisasi dan Megaproyek Infrastruktur

  • Pertumbuhan Kota-kota Sekunder dan Satelit: Selain Jakarta, kota-kota besar lainnya di Jawa dan luar Jawa (misalnya, Surabaya, Medan, Makassar, Bandung, Semarang) akan terus menarik migrasi penduduk. Pembangunan infrastruktur yang menghubungkan kota-kota ini akan mendorong pertumbuhan properti di kota-kota satelit dan penyangga di sekitarnya.
  • Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN): Meskipun IKN adalah proyek jangka panjang, pada 2026, pembangunan infrastruktur dasar dan beberapa fasilitas inti akan semakin terlihat. Ini akan menarik tenaga kerja dan berpotensi menciptakan permintaan properti yang signifikan di sekitar area IKN, baik untuk sewa maupun kepemilikan.
  • Aksesibilitas dan Nilai Tanah: Proyek-proyek infrastruktur besar seperti jalan tol baru, perluasan bandara, dan peningkatan konektivitas antar wilayah akan terus mengubah lanskap pasar properti. Lokasi-lokasi yang awalnya kurang diminati akan menjadi sangat prospektif karena peningkatan aksesibilitas, yang pada gilirannya akan menaikkan nilai tanah.

4. Pertumbuhan Pasar Sewa dan Properti Investasi Jangka Panjang

  • Fleksibilitas untuk Gen Z Awal: Generasi Z yang baru memasuki dunia kerja mungkin akan menunda pembelian properti dan memilih opsi sewa karena pertimbangan finansial dan fleksibilitas gaya hidup. Ini akan menopang pasar sewa, terutama di lokasi strategis dekat pusat bisnis dan pendidikan.
  • Potensi Investasi Jangka Panjang: Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang stabil dan populasi yang terus bertambah, investor mungkin akan melihat properti sebagai aset jangka panjang yang menarik. Properti yang memiliki potensi pertumbuhan nilai sewa dan kapitalisasi yang baik akan menjadi incaran.

5. Peningkatan Kesadaran Terhadap Properti Berkelanjutan dan Berteknologi

  • Pentingnya Lingkungan: Generasi muda memiliki kesadaran lingkungan yang lebih tinggi. Permintaan terhadap properti yang ramah lingkungan, hemat energi (green building), dan memiliki sertifikasi keberlanjutan akan meningkat.
  • Teknologi dalam Hunian: Integrasi teknologi smart home (misalnya, keamanan, efisiensi energi, otomatisasi) akan menjadi nilai tambah yang signifikan, bahkan mungkin menjadi ekspektasi standar bagi sebagian pembeli.

Pada tahun 2026, pergeseran demografi di Indonesia akan secara fundamental membentuk pasar properti. Dominasi generasi Milenial dan Gen Z akan mendorong permintaan untuk hunian yang terjangkau, fungsional, terintegrasi dengan transportasi, dan mendukung gaya hidup modern. Urbanisasi yang berkelanjutan dan megaproyek infrastruktur akan menciptakan titik-titik pertumbuhan baru. Pengembang yang mampu beradaptasi dengan preferensi demografis ini, menawarkan produk yang sesuai, dan memanfaatkan teknologi dalam pemasaran dan penjualan, akan menjadi pemain kunci yang sukses di tengah dinamika pasar properti yang terus berkembang.